Indonesia Darurat Perdagangan Orang: Negara Harus Hadir Selamatkan Rakyat dari Jerat Modern Slavery - AR NEWS

Senin, 24 November 2025

Indonesia Darurat Perdagangan Orang: Negara Harus Hadir Selamatkan Rakyat dari Jerat Modern Slavery



Jakarta - Analisa Rakyat News - 

Indonesia kini menghadapi ancaman serius yang kian mengkhawatirkan : darurat perdagangan orang. Fenomena Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang berkedok penyaluran Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural ke kawasan Timur Tengah, hingga penempatan pekerja pada jaringan scammer judi online di Kamboja dan Myanmar, terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Modusnya seragam: korban dijanjikan pekerjaan bergaji tinggi dan diberikan uang muka atau “fee” sebelum berangkat. Namun setibanya di lokasi, mereka justru terjebak dalam kerja paksa, kekerasan, eksploitasi seksual, hingga penyiksaan. Tak jarang, perjalanan itu berakhir tragis – dengan korban meninggal dunia dan dipulangkan dalam peti jenazah.

Sebagian besar korban berasal dari daerah-daerah kantong PMI seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat (NTB), wilayah yang masih berjuang melawan kemiskinan dan minim lapangan pekerjaan. Kondisi ini membuat masyarakat miskin menjadi target empuk jaringan perdagangan manusia.

“Di banyak desa, orang tua terpaksa melepas anak-anaknya bekerja ke luar negeri bukan karena keinginan, tapi karena tidak ada pilihan lain. Jika tetap di rumah, ancamannya kelaparan. Jika berangkat, risikonya kematian,” ujar seorang aktivis perlindungan migran kepada Analisa Rakyat News.

Mandat perlindungan terhadap pekerja migran sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, terutama pada Pasal 40–42. Namun implementasinya dinilai jauh dari optimal.

Minimnya edukasi dan sosialisasi tentang cara bekerja aman di luar negeri, serta bahaya TPPO, membuat masyarakat rentan terjerat. Pemerintah kerap baru bergerak setelah korban pulang dalam kondisi luka, trauma, bahkan meninggal dunia.

“Penanganan kita masih reaktif, tidak menyentuh akar masalah. Padahal yang dibutuhkan adalah sistem pencegahan, pengawasan, dan penindakan yang menyeluruh,” kata pemerhati kebijakan migran internasional, menyoroti lemahnya koordinasi antar lembaga.

Dualisme kewenangan dan birokrasi yang rumit membuat masyarakat bingung. Bahkan Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang sempat diharapkan menjadi solusi justru dihentikan, membuka kembali celah bagi praktik ilegal.

Jaringan perdagangan orang bekerja secara rapi dan sistematis. Mereka memanipulasi dokumen, memanfaatkan celah hukum, hingga melibatkan oknum aparat dan pejabat lokal. Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa praktik perdagangan manusia sebagian “dipelihara” oleh sistem negara sendiri melalui pembiaran dan korupsi.

“Selama ada keuntungan ekonomi dan lemahnya pengawasan, TPPO akan terus terjadi. Ini bukan hanya soal pelaku, tapi sistem yang gagal melindungi,” ujar Ali Nurdin sumber dari Pimpina Pusat  F-BUMINU - SARBUMUSI Atifis  pekerja buruh migran.

Negara tujuan seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Oman masih menyisakan praktik perbudakan modern, terutama terhadap pekerja rumah tangga Indonesia yang kehilangan hak dasar mereka: jam kerja manusiawi, komunikasi, dan kebebasan pulang.

Sementara di Kamboja dan Myanmar, ribuan WNI dilaporkan terjebak di kompleks industri scammer dan judi online yang dijaga kelompok bersenjata. Banyak dari mereka tidak dapat keluar karena paspor disita dan dijadikan “tahanan kerja”.

Situasi ini kian sulit karena lemahnya perjanjian bilateral dan terbatasnya peran diplomatik dalam menjangkau kawasan konflik.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, korban akan terus berjatuhan, sementara reputasi Indonesia sebagai negara pengirim tenaga kerja mulai dipertanyakan oleh dunia internasional.

Diperlukan langkah politik yang berani dan terkoordinasi lintas lembaga. Pemerintah didesak membentuk Satuan Tugas Khusus Nasional Anti-Perdagangan Orang dengan mandat kuat untuk melakukan pencegahan, pengawasan, serta penindakan dari hulu ke hilir.

Satgas ini perlu melibatkan Kepolisian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, BP2MI, organisasi masyarakat sipil, hingga serikat buruh migran agar mekanisme pengawasan berjalan menyeluruh dan akuntabel.

Kejahatan perdagangan manusia bukan sekadar pelanggaran hukum — ia adalah cermin kegagalan negara dalam menjamin hak hidup dan martabat warganya.

Ketika manusia diperjualbelikan demi uang, maka yang hilang bukan hanya nilai kemanusiaan individu, tetapi juga nurani bangsa.

“Indonesia tidak akan benar-benar berdaulat jika masih membiarkan rakyatnya dijadikan komoditas di negeri orang. Negara wajib hadir bukan hanya untuk menyelamatkan korban, tetapi juga mencegah lahirnya korban baru,” tulis laporan investigasi Analisa Rakyat News.

Tidak akan ada pembangunan yang bermoral selama di atasnya masih berdiri praktik perbudakan modern yang menindas rakyat kecil demi keuntungan segelintir orang


( Red/Ersya )

Comments


EmoticonEmoticon

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done